Hujan deras beberapa hari ini mengingatkanku pada kejadian yang menimpa pulau Belitung beberpa tahun lalu, tepatnya pada Juli 2017 lalu. Kejadian banjir besar untuk pertama kalinya menimpa pulau kami. Hampir 70% wilayah kami terdampak banjir, bahkan ada beberap desa yang menjadi terisolasi karena banjir waktu itu. Hujan yang turun memang tidak terlalu deras waktu itu, tapi frekuensi hujan yang lama menyebabkan beberapa aliran sungai menjadi meluap.
Aku masih ingat waktu itu, semua serba kaget karena tidak pernah sebelumnya terjadi kejadian banjir seperti ini. Paling tidak ada beberapa faktor, selain intensitas hujan yang cukup lama juga terjadi karena kondisi aliran sungai yang sudah banyak tertutup oleh bekas galian timah. Orang Belitung sering menyebutnya sebagai Tailling. Tailling terbentuk karena adanya sisa tanah, lumpur dan pasir yang menjadi satu. Saat air masuk kedalam Tailling, menyebabkan permukaan air meningkat atau naik namun tidak mengalir karena bercampur dengan lumpur. Itulah paling tidak salah satu penyebab Banjir di Belitung beberapa waktu lalu.
Penambangan timah memang tidak bisa dihilangkan begitu saja di tempat kami, bahkan ada yang mengungkapkan bahwa penambangan timah sudah mendarah daging bagi masyarakat Belitung. Susah untuk mengalihkan pekerjaan bagi masyarakat Belitung menjadi profesi lain selain penambang. Kondisi banjir yang melanda Belitung waktu itu paling tidak jadi pelajaran berharga untuk kami, agar lebih memperhatikan kondisi lingkungan. Menambang boleh, namun harus dengan bijak. Bijak dengan lingkungan bijak
Comments
Post a Comment